Kamis, 18 Juni 2015

Takahashi, 5 Menit Menuju ke Surga (Edisi Ramadhan)


– Kuringgu… kuringgu …. kuringgu!!! (kring …kring …kring..). Suara telepon rumah Muhammad berbunyi nyaring.
Muhammad: Mosi mosi? (Hallo?)
Takahashi: Mosi mosi, Muhammad san imasuka ? (Apakah ada Muhammad?)
Muhammad: Haik, watashi ha Muhammad des. (Iya saya).
Takahashi: Watashi ha isuramu kyo wo benkyou sitai desuga, osiete moraemasenka? (Saya ingin belajar agama Islam, dapatkah Anda mengajarkan kepada saya?)
Muhammad: Hai, mochiron. (ya, sudah tentu.)
Percakapan pendek ini kemudian berlanjut menjadi pertemuan rutin yang dijadwalkan oleh dua manusia ini untuk belajar dan mengajar agama Islam.
Setelah beberapa bulan bersyahadat, Takahashi kian akrab dengan keluarga Muhammad. Dia mulai menghindari makanan haram menurut hukum Islam.
Memilih dengan hati-hati dan baik, mana yang boleh di makan dan mana yang tidak boleh dimakan merupakan kelebihannya. Terkadang tidak sedikit, keluarga Muhammad pun mendapatkan informasi makanan-makanan yang halal dan haram dari Takahashi.
“Pizza wo tabenaide kudasai. cheese ni ra-do wo mazeterukara.. (Jangan makan pizza walau pun itu adalah cheese, karena di dalamnya ada lard, lemak babi)”, nasihatnya di suatu hari. Takahashi mengetahui informasi semacam ini karena memang kebiasaan tidak membeli pizza, atau makanan produk warung di Jepang memang sudah terpelihara sebelumnya di keluarga Muhammad.
Toko kecil makanan halal milik keluarga Muhammad, menjadi tumpuan Takahashi dalam mendapatkan daging halal. Suatu ketika Takahashi ingin makan daging ayam kesukaannya, tapi dia ngeri kalau melihat daging ayam bulat (whole) mentah yang ada di plastik, dan tidak berani untuk memotongnya. Dengan senang hati, Muhammad memotong ayam itu untuk Takahashi. Dia potong bagian pahanya, sayapnya, dan badannya menjadi beberapa bagian.
Setiap pekan, Takahashi terkadang memesan sosis halal untuk lauk, bekal makan siang di kantor. Setiap pagi ibunya selalu menyediakan menu khusus (baca: halal) untuk pergi ke kantor tempat dia bekerja. Sebagai ukuran muallaf Jepang yang dibesarkan di negeri Sakura, luar biasa kehati-hatian Takahashi dalam memilih makanan yang halal dan baik. Terkadang Muhammad harus belajar dari Takahashi tentang keimanan yang dia terapkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Pernah dalam suatu percakapan tentang suasana kerja, Takahashi menggambarkan bagaimana terkadang sulitnya menjauhi budaya minuman sake di lingkungan tempat kerjanya. Di Jepang, suasana keakraban hubungan antara atasan dan bawahan atau teman bekerja memang ditunjukkan dengan saling memberikan minuman sake ke gelas masing-masing.
Dalam kondisi hidup ber-Islam yang sulit, Takahashi ternyata terus melakukan dakwah kepada ibunya. Beberapa bulan kemudian akhirnya ibunya pun menjadi muallaf dengan nama Qonita, nama pilihan Takahashi sendiri buat ibu yang dia cintainya. Sampai saat ini, bagaimana dia mendapatkan nama itu, tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali Takahashi.
Beberapa bulan berlalu, pertemuan kecil-kecilan berlangsung …terlontar dari mulutnya suatu kalimat.
“Watashi ha kekkon simasu (Saya mau menikah)….”, ujarnya.
Dengan proses yang panjang, akhirnya dia mendapatkan jodohnya, wanita Jepang yang cantik, yang dia Islamkan sebelumnya. Setahun kemudian, suatu hari Takahashi datang ke rumah Muhammad dengan istrinya yang berkerudung, ikut serta juga buah hati mereka yang telah hadir di dunia ini.
Pada suatu hari, iseng-iseng Muhammad bertanya kepada Takahashi, “Apa yang menyebabkan Takahashi lebih tertarik dengan Islam?”
“Sebenarnya saya belajar juga Kristen, Budha dan Todoku (Agama moral) selain Islam,” Takahashi menjelaskan.
“Masih ingat dengan telepon kita dulu? Waktu pertama kali aku telepon ke Muhammad beberapa bulan dulu”, sambungnya.
“Iya ingat sekali”, jawab Muhammad.
“Kita waktu itu membuat perjanjian untuk bertemu di suatu tempat bukan?”, tanya Takahashi.
“Iya benar sekali”, sambung Muhammad lagi sambil mengingat-ingat kejadian saat itu.
“Saya sungguh ingin mantap dengan Islam, karena Muhammad datang 5 menit lebih dulu dari pada waktu yang kita janjikan, dan Muhammad datang terlebih dahulu dari pada aku. Muhammad pun menungguku waktu itu”, jawab Takahashi beruntun.
“Karena itu aku yakin, aku akan bersama dengan orang-orang yang akan memberikan kebaikan”, sambungnya lagi.
Jawaban Takahashi membuat Muhammad tertegun, Astaghfirullah sudah berapa kali menit-menitku terbuang percuma, gumam Muhammad.
Begitu besar makna waktu 5 menit saat itu untuk sebuah hidayah dari Allah SWT. Subhanallah, 5 menit selalu kita lalui dengan hal yang sama, akan tetapi 5 menit waktu itu sungguh sangat berharga sekali bagi Takahashi.
Bagaimana dengan 5 menit yang terlewat barusan, milik Anda?
Sumber : dakwatuna.com

Pengamen Pembawa Hikmah (Edisi Ramadhan)


Deborah yang aku tumpangi malam itu tidak terlalu penuh, tetapi tidak kosong. Semua kursi sudah terisi. Aku adalah penumpang terakhir yang mendapatkan kursi kosong. Ini adalah yang kedua kalinya aku menjumpai anak itu. Seorang bocah pengamen tanpa alat musik apapun, termasuk tepukan tangan. Kira-kira berusia 10 tahun. Aku senang memandanginya, dia tidak seperti anak-anak jalanan kebanyakan. Kotor, bau, dan menyanyi seadanya. Ada hal unik dalam dirinya, pakaiannya bersih, memakai sandal, rambutnya jatuh tidak klimis, dan kuku tangan dan kakinya pun bersih. Seperti anak rumahan. Ibunya sungguh merawatnya, pikir ku malam itu.
Satu hal yang menjadi perhatianku, ternyata anak tersebut kurang normal. Gaya menyanyinya dieja kata perkata dengan berusaha sekuat tenaga agar apa yang diucapkannya jelas terdengar. Rupanya lirik sholawat badar menjadi lagu favoritnya. Beberapa penumpang senyum-senyum simpul memandangnya. Jujur, aku pun ingin tertawa lebar. Aku berusaha menahan tawaku dengan mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Setelah selesai menyanyi, ternyata masih ada satu hal yang dia lakukan. Dia memberi nasihat kepada kami tentang manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara. Subhanallah, dia membawakannya dengan penuh semangat, penuh percaya diri dan sangat sungguh-sungguh. Tanpa malu, meskipun tidak sedikit penumpang yang tersenyum simpul. Masya Allah, dia mendoakan kami semua. Hatiku begitu lapang mendengarnya. Beda rasanya ketika yang berdoa adalah panitia masjid yang memang ada maksud ingin meminta sumbangan. Anak itu begitu polos.
Seperti biasanya, anak-anak pengamen akan meminta bayaran atas hiburan yang sudah mereka persembahkan. Tidak kecuali dia. Dia memulainya dari kursi depan samping Pak Supir. Satu dua orang telah terlewati tanpa memberi apa-apa. Alhamdulillah orang ketiga telah memberinya uang. “Makasih Pak, semoga rizkinya nambah ya Pak” spontan anak itu mendoakan sang Bapak. Masya Allah bergetar hati saya. Dia terus mendoakan setiap penumpang yang memberinya uang. Penumpang yang memberi hanya mampu berucap amin sambil menggangguk disertai senyuman.
Biasanya saya selalu menyeleksi setiap ada pengamen bis kota, minimal melihat tampang dan kesungguhan mereka dalam menyanyi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengamen anak-anak adalah mereka yang dimanfaatkan oleh orangtua untuk mencari nafkah. Itulah salah satu usaha saya untuk mengurangi maraknya anak jalanan. Tapi tidak untuk bocah itu. Tangan saya pun ringan memberinya uang, dan saya niatkan untuk bersedekah. Saya pun tidak terlewatkan dari do’anya.
Sungguh banyak hikmah yang dapat saya ambil. Bocah itu telah mengingatkan banyak hal kepada saya. Kesungguhan dalam bekerja untuk mencari rizki tanpa malu yang penting halal, usaha untuk melakukan kebaikan dapat dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja, dan lapangnya dada kita untuk menebar do’a kepada siapa saja. Semoga Allah memberikan Rahmat dan perlindungan Nya kepada bocah itu dari kejahatan di malam hari. Amiin.
Penulis : Aismawati
Sumber : eramuslim.com

Lakukanlah 5 Perkara Sebelum Datang 5 Perkara (Edisi Ramadhan)

Lakukanlah 5 Perkara Sebelum Datang 5 Perkara


Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :
[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)

Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.”

Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya: “Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk beramal seperti di waktu sakit.”

Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, maksudnya: “Manfaatklah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di alam kubur.”

Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya: ”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun akhirat.”

Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang mati, maka akan terputus amalannya.”


Al Munawi mengatakan,

فَهِذِهِ الخَمْسَةُ لَا يَعْرِفُ قَدْرَهَا إِلاَّ بَعْدَ زَوَالِهَا

“Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)

Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat, ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin. Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda, setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.

Tulisan selengkapnya, baca di sini:
http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/2051-masa-muda-waktu-utama-beramal-sholeh.html

***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Website:
http://muslim.or.id
http://pengusahamuslim.com
http://rumaysho.com (website pribadi)